ETIKA ENJINIRING
Etika adalah studi karakteristik moral. Etika juga berhubungan dengan
pilihan moral yang di buat tiap orang dalam hubungannya dengan orang
lain. Etika Enjiniring adalah studi tentang keputusan moral yang harus di
buat oleh insinyur dalam praktek Enjiniringnya. Dengan memahami Etika
Enjiniring dan menerapkannya, insinyur akan berjalan dalam koridor aturan
dan standar yang mengatur peran profesionalnya. Karakteristik sebuah
profesi adalah persyaratan bahwa professional harus menjaga informasi
tertentu tentang rahasia atau kepentingan klien. Kerahasiaan di sebutkan
dalam kode Etik Enjiniring.
Adapun atribut profesi meliputi :
1. Pekerjaan yang memerlukan ketrampilan ahli, penggunaan penilaian dan
penerapan kebijaksanaan
2. Keanggotaan dalam profesi memerlukan pendidikan formal yang tinggi
bukan hanya pelatihan praktis.
3. Publik mengijinkan kalangan atau organisasi khusus yang di kendalikan oleh
anggota profesi untuk menetapkan standar pengakuan profesi.
Dalam hal ini Enjiniring perlu mengatakan adanya kewaspadaannya
atas pekerjaan yang mempunyai dampak paling luas pada masyarakat
pekerjaan insinyur dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan public,
dan seorang insinyur harus dapat memahami masalah Etika.Karena entuk
menentukan mana yang harus kita selesaikan ketika ada masalah Etika.
Penyelesaian masalah tidak spendek dan sekering penyelesaian masalah
dalam pelajaran eksakta. Adapun hak dan kewajiban insinyur adalah :
Menyangkut tanggung jawab professional, yang menyangkut :
1. Informasi pribadi dan rahasia
2. Konflik kepentingan
3. Etika Lingkungan
4. Etika Komputer
Selain menyangkut tanggung jawab tersebut insinyur juga harus
memperhatikan resiko, keselamatan dan kecelakaan. Adapun tugas
terpenting insinyur adalah menjamin keselamatan orang yang akan
menerima dampak dari produk yang di rancangnya. Karena tidak ada produk
yang 100% aman, tetapi paling tidak insinyur di haruskan untuk membuat produk rancangannya seaman mungkin. Karena itu keselamatan harus
menjadi bagian integral dari semua desain Enjiniring.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata „etika‟
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi,
secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens,
2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata
maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata
tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap.
Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K.
Bertens terhadap arti kata „etika‟ yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 –
mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata „etika‟
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika
sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat
beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di
berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata
„etika‟ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata „etika‟
dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan „nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat‟. Jadi arti kata
„etika‟ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata „etika‟ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih
baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1.
Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama
Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di
sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem
nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan
refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama
artinya dengan filsafat moral.
PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata „moral‟ yaitu
mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan
dengan arti kata „etika‟, maka secara etimologis, kata ‟etika‟ sama dengan
kata „moral‟ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu
kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ‟moral‟ sama dengan kata
„etika‟, maka rumusan arti kata „moral‟ adalah nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu „etika‟ dari bahasa Yunani dan „moral‟ dari bahasa Latin.
Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai
dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita
mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. „Moralitas‟ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya
sama dengan „moral‟, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang
“moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan
asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-
barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang
itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4
(empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya
harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya
menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik
orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin
sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma
etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan
tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada
orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak
ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan
bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan,
maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan
sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya
makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya
barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan,
bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan
tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang
berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang
tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus,
tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh- sungguh baik.


0 komentar:
Post a Comment